Falsafah Haji
Inilah saat-saat kehadiran terindah di tanah suci, tanah
tempat Rasulullah pertama kali menyampaikan suara wahyu Ilahi. Cinta kepada
Ilahi telah menarik jutaan manusia dari tanah kelahiran dan rumah mereka untuk
datang berbondong-bondong ke sebuah tanah yang aman dan suci. Puji syukur kita
panjatkan kepada Allah, Tuhan yang Mahaagung, karena telah menganugerahkan usia
hingga kita bertemu lagi dengan bulan Dzulhijjah yang mulia ini. Kita kini bisa
kembali menyaksikan tibanya hari-hari ketika jutaan ummat Muhammad berkumpul,
bersama-sama mengucapkan kalimah talbiah, “Labbaik, Allahumma labbaikâ€.
“Inilah aku Ya Allah, datang menemui panggilan
Bagian Ke-1
Inilah saat-saat kehadiran terindah di tanah suci, tanah
tempat Rasulullah pertama kali menyampaikan suara wahyu Ilahi. Cinta kepada
Ilahi telah menarik jutaan manusia dari tanah kelahiran dan rumah mereka untuk
datang berbondong-bondong ke sebuah tanah yang aman dan suci. Puji syukur kita
panjatkan kepada Allah, Tuhan yang Mahaagung, karena telah menganugerahkan usia
hingga kita bertemu lagi dengan bulan Dzulhijjah yang mulia ini. Kita kini bisa
kembali menyaksikan tibanya hari-hari ketika jutaan ummat Muhammad berkumpul,
bersama-sama mengucapkan kalimah talbiah, “Labbaik, Allahumma labbaikâ€.
“Inilah aku Ya Allah, datang menemui panggilan-Muâ€.
Saat Nabi Ibrahim a.s. membangun sebuah bangunan sederhana
berbentuk kubus sebagai tempat ibadah kepada Allah, mungkin saat itu tidak ada
yang bisa mengira bahwa tempat itu akan menjadi pusat dari jalinan persaudaraan
paling tulus dari jutaan ummat manusia yang mendambakan pertemuan dengan Allah.
Tidak ada yang menyangka bahwa kehadiran jutaan ummat manusia secara kolosal
dalam sebuah event keagamaan haji ini juga akan menjadi kritikan praktis bagi
para pengikut Marxisme yang mengatakan bahwa agama menyebabkan kelompok
masyarakat menjadi rendah dan hina. Mereka yang masih berpendapat demikian seharusnya saat ini datang ke Mekah.
Lihatlah, betapa jutaan manusia mampu menunjukkan keagungan mereka secara
kolektif lewat syiar-syiar agama.
Haji adalah
panggilan dari rumah Allah yang ditujukan kepada orang-orang yang beriman di
seluruh pelosok dunia. Haji mengajak mereka untuk menghirup air mata cemerlang
dan segar di rumah Allah. Husein Thurabi, salah seorang peziarah Baitullah asal
Iran yang tahun ini mendapatkan kesempatan menunaikan ibadah haji, mengatakan
sebagai berikut.
“Saya sangat
berbahagia. Sejak awal tahun, saya selalu menghitung hari demi hari karena
sangat tidak sabar untuk bisa segera tiba di hari-hari ini. Karena itulah,
ketika kesempatan itu sekarang tiba, yaitu ketika saya punya kesempatan untuk
bertemu dengan Allah di rumah-Nya, tidak ada hal lain yang lebih layak untuk
saya lakukan kecuali memanfaatkan semaksimal mungkin berbagai suasana spiritual
di rumah Allah ini untuk mempercepat proses penyempurnan jiwa kitaâ€.
Haji adalah
ibadah massal yang melibatkan orang dalam jumlah jutaan. Karena itu, ibadah ini
juga menampilkan suasana kolosal yang sangat indah. Saat ini, di Mekah, kita
bisa menyaksikan orang-orang yang berasal dari beragam bangsa dan dengan
pakaian yang berbeda, bersama-sama berkumpul di Baitul Haram. Orang-orang dari
Indonesia, Malaysia, dan bangsa Melayu lainnya melakukan shalat dengan peci
khas mereka. Kaum perempuannya juga mengenakan mukena khas kawasan itu. Akan
tetapi, dengan segala kekhasan pakaiannya itu, mereka semua sangat serasi
dengan bangsa-bangsa lainnya yang beribadah dengan pakaian khas mereka pula.
Tidak ada yang janggal dari keberagaman mereka karena yang mereka perbuat
adalah hal yang sama, yaitu beribadah di rumah suci.
Melihat semua
itu, kita dengan mudah meyakini bahwa ibadah haji memang secara sengaja
diskenariokan oleh Allah untuk sebuah rencana yang agung dan dahsyat. Hal ini
juga bisa kita tangkap dari berbagai riwayat atau ayat Al-Quran yang berbicara
tentang ibadah haji. Allah SWT dalam surah Al-Haj ayat 27 dan 28 berfirman
sebagai berikut.
وَأَذِّن فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالاً وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِن كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ
لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَّعْلُومَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُم مِّن بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ
“(Wahai
Muhamad), panggillah manusia untuk mengerjakan haji, hingga mereka datang
kepadamu dengan berjalan kaki atau mengendarai binatang-bianatang yang kurus.
Mereka datang dari segala penjuru bumi yang sangat jauh. Biarkanlah mereka
menyaksikan berbagai hal yang bermanfaat buat mereka sendiri. (Ajaklah mereka)
agar menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan, yaitu ketika mereka
berqurban dengan binatang-binatang ternak mereka. Maka, makanlah sebagian dari
daging qurban itu, dan sebagian lainnya, berikanlah kepada kaum faqir untuk
mereka makanâ€.
Imam Khomeini
dalam salah satu pidatonya berkata, “Salah satu tugas penting kaum muslimin
adalah memahami hakikat haji ini. Kita seharusnya bertanya-tanya, mengapa kita
harus melakukan ibadah haji yang pelaksanaannya menelan biaya sangat besar ini?
Secara sekilas saja, kita bisa melihat bahwa haji adalah sebuah pertunjukkan
yang digelar oleh kaum muslimin dalam rangka memamerkan kekuatan spiritual dan
bahkan kekuatan materi yang dimiliki oleh kaum muslimin. Akan tetapi, pemahaman
sekilas ini saja jelas tidak cukup untuk menggali rahasia keagungan yang
tersembunyi dalam ibadah haji ini. Para ulama dan cendekiawan muslim harus
berupaya keras untuk memahami, dan memahamkannya kepada orang lain, tentang
mutiara hidayah, hikmah, dan kebebasan yang terkandung dalam ibadah iniâ€.
Sementara itu
Syeikh Muhamad Yazbaki, salah seorang ulama besar Lebanon, mengatakan sebagai
berikut.
“Falsafah yang terkandung dari ibadah haji sebagai kongres
kaum muslimin sedunia adalah sebuah gerakan massal untuk menyatukan langkah dan
hati kaum muslimin sedunia dalam menghadapi kekuatan arogan internasional. Saat bertemu dalam marasim haji, kaum
muslimin dari berbangsa bisa menularkan pengalaman mereka masing-masing tentang
perjuangan menegakkan agama mulia ini di tempat mereka. Hari ini, keperluan
untuk menyatukan langkah di antara kaum muslimin itu makin terasa urgensinya,
mengingat saat ini kaum muslimin sedang menghadapi fitnah dan konspirasi Barat
dalam memecah-belah kita dengan slogan-slogan palsu semisal pemberantasan
terorismeâ€.
Ibadah haji
memang sangat indah. Pada saat masyarakat dunia banyak kehilangan arah dan
pegangan hidup, para peziarah rumah Allah secara serentak menggumamkan
“Labbaik Allahumma labbaik. Ya Allah, aku datang memenuhi panggilan-Muâ€.
Pada saat ketidakamanan dan ketidaktenteraman terjadi di banyak tempat di dunia
ini, jutaan kaum muslimin di Mekah beribadah secara khusyu dan tenteram, sambil
saling menunjukkan kasih sayangnya terhadap sesama. Dengan ibadah dan
kekhusyuan massal yang mereka gelar di Mekah itu, kaum muslimin itu seakan
menyampaikan pesan indah berikut ini kepada seluruh ummat manusia di dunia.
“Jika seluruh
manusia mau menyembah Allah yang Mahaesa, Zat yang mengajarkan keindahan dan
hidup mulia; Zat yang mengajarkan kehidupan damai dan kebaikan terhadap sesama;
dan jika seluruh ummat manusia mau menyembah Allah dengan segala sifat
keagungan dan kebaikannya seperti itu, niscaya manusia pada masa sekarang tidak
perlu khawatir dengan berbagai macam kakacauan, krisis, dan pertentangan di
antara sesama mereka. Manusia niscaya akan hidup damai, tenteram, dan sentausa,
sebagaimana yang diperlihatkan secara indah oleh kaum muslimin saat mereka
menunaikan ibadah haji
Bagian Ke-2
Ketika Nabi Muhamad SAWW melakukan hijrah dari Mekah ke
Madinah, sebuah peristiwa historis tengah bergulir dan sebuah gerakan besar
sedang menyeruak membelah langit peradaban manusia. Sejak saat itu, Madinah
menjadi salah satu kota
paling penting, bukan hanya untuk para pengikut agama Islam, tetapi juga untuk
seluruh ummat manusia di dunia. Di kota
inilah peradaban Islami mulai ditata. Karena pentingnya nilai historis kota ini, hampir tidak
ada peziarah Baitullah yang tidak mengunjungi Madinah saat mereka melakukan
ibadah haji, meskipun ziarah ke Madinah bukanlah bagian dari ibadah haji.
Di hari-hari sebelum dan sesudah pelaksanaan ibdah haji,
suasana spiritual yang kental sangat terasa di kota Madinah, khususnya di Masjid Nabawi,
tempat dimakamkannya Rasulullah SAWW. Kaum muslimin secara berkelompok dan bergiliran menziarahi makam Rasul yang
suci ini. Mereka berupaya keras memperoleh berkah dari pusara Rasulullah SAWW.
Salah seorang peziarah pusara Rasulullah SAWW bernama Husaini menuturkan
pengalamannya sebagai berikut.
“Saat aku
menginjakkan kaki di kota Madinah, aku langsung merasakan segarnya semilir
angin kedamaian yang sangat semerbak. Di sinilah tempat dimakamkannya makhluk
termulia di alam semesta, yaitu Nabi Muhammad SAWW. Dialah manusia yang bukan
saja telah mengajarkan kepada kita akhlak yang mulia, melainkan dia sendiri
yang memberikan contoh dan suri tauladan tentang bagaimana caranya menjadi
manusia yang baik. Karenanya, menyaksikan dari dekat pusara beliau memberikan
suasana tersendiri yang sangat impresif.
“Siapa saja
yang mendatangi pusara beliau, hatinya pasti tergetar, kecuali jika hati mereka
memang sudah diliputi oleh hawa nafsu dan bisikan setan. Saya sendiri melihat
betapa banyak orang yang datang untuk berziarah ke makam beliau dengan hati
yang diliputi oleh rasa keagungan yang dipancarkan oleh makam Rasulullah.
Banyak orang yang tanpa terasa meneteskan air mata kerinduan abadi kepada Rasul
yang mulia ini. Ketika adzan menggema dari menara Masjid Nabawi, segera
terbayang masa-masa indah saat Bilal bin Rabah, salah seorang sahabat dekat
Rasulullah, melantunkan suara emasnya membacakan adzan dalam rangka memanggil
kaum muslimin untuk menghadap Allahâ€.
Memang, meskipun
sudah belasan abad lamanya berlalu dari masa hidup Nabi, kehidupan beliau dan
sahabat-sahabatnya yang setia tetap terbayang hingga kini begitu kita memasuki
kota Madinah Al-Munawwarah. Itu semua disebabkan sangat mulianya kehidupan
masyarakat yang dibangun oleh Rasulullah di Madinah. Semuanya tersimpan sebagai
kenangan di kota itu. Terbayang pula bagaimana dulu Rasulullah tidak pernah
berhenti memberikan nasihat kepada ummatnya, dan nasehat beliau itu masih
sangat relevan dengan kondisi ummatnya di masa kini. Dengarkanlah salah satu
petikan nasehat beliau yang dicatat oleh para ahli hadits berikut ini.
“Wahai kaum
muslimin, berhati-hatilah, jangan sampai kalian melepaskan persatuan dan
kebersamaan yang telah dianugerahkan oleh Allah kepada kalian. Janganlah kalian
berpecah belah, saling membunuh, dan kalian kembali ke masa jahiliah dulu. Aku
sangat mengkhawatirkan bahwa hal itu akan terjadi kepada kalian sepeninggalku
nanti. Ingatlah, aku telah meninggalkan buat kalian dua pusaka yang akan
membuat kalian tetap bersatu padu. Keduanya adalah Kitabullah dan itrah-ku,
keluargakuâ€.
Hampir semua
ulama dan cendekiawan muslim sedunia menyepakati fakta bahwa kaum muslimin saat
ini menghadapi salah satu problema besar, yaitu persatuan yang sangat rapuh.
Berbagai fakta di bidang ekonomi, politik, kebudayaan, dan hal-hal lainnya
menunjukkan bahwa sebagian besar bangsa muslim dunia lebih suka menjalin
persaudaraan dengan pihak luar daripada dengan saudara-saudara seagama mereka.
Padahal, justru masalah persatuan inilah yang saat ini sering menjadi faktor
paling menentukkan dalam menyelesaikan berbagai problema yang dihadapi ummat
Islam.
Saat ini, ummat
Islam di manapun mereka berada, pastilah tengah menghadapi berbagai problema
yang pelik. Dalam beberapa tahun terakhir ini, masalah yang dihadapi seakan
bertambah rumit dan menyakitkan, terutama setelah kaum arogan dunia menggelar
gerakan yang mereka namakan dengan program pemberantasan terorisme dengan
sasaran kelompok-kelompok Islam dunia. Jelas sekali bahwa ada agenda
tersembunyi di balik program itu. Hal-hal yang tersembunyi itu kini semakin
terungkap. Bangsa-bangsa muslim dunia juga semakin menyadari konspirasi busuk
negara-negara arogan itu. Akan tetapi, kesadaran tersebut masih baru pada tahap
awal karena belum terimplementasikan dalam bentuk gerakan-gerakan kongkrit
untuk melawan kesewenang-wenangan yang ditimpakan kepada kuammuslimin. Hal ini
menunjukkan bahwa ada hal lain yang harus dimiliki kaum muslimin agar kesadaran
itu bisa menghasilkan hal-hal yang kongkret dan positif. Hal yang hilang, dan
harus diwujudkan itu adalah masalah persatuan.
Di sisi lain, bangsa-bangsa
muslim juga adalah pemilik cadangan energi minyak dan gas terbesar di dunia.
Jumlah penduduk kaum muslimin juga termasuk yang terbesar. Akan tetapi, mengapa
semua potensi itu belum bisa mengantarkan ummat Muhammad ini menjadi kaum yang
memiliki peranan signifikan di panggung internasional. Tentu saja, banyak
sebabnya. Akan tetapi, hampir semua cendekiawan muslim sepakat bahwa salah satu
faktor penghalang tampilnya kaum muslimin di dunia adalah tidak adanya
persatuan di antara mereka.
Ketika kita
melihat ibadah haji yang dilakukan oleh jutaan ummat Islam dari seluruh dunia,
dan kemudian kita mengingat kembali problema sangat rapuhnya persatuan dan
kebersamaan di antara kaum muslimin, kita akan langsung menghubungkan kedua
masalah ini. Bukankah Allah SWT berfirman dalam Al-Quran bahwa salah satu
tujuan diperintahkannya ummat Islam melakukan ibadah haji ini dalah supaya
mereka memperoleh manfaatnya? Bukankah saat melakukan ibadah haji itu, para
peziarah Rumah Allah itu menujukkan persatuan dan kebersamaan mereka? Mengapa
kebersamaan indah yang ditunjukkan oleh para hujjaj itu tidak bisa
ditransformasikan ke dalam bentuk kebersamaan kaum muslimin di seluruh dunia?
Tidak bisa
diragukan lagi bahwa optimisme mengenai akan terwujudnya persatuan di antara
kaum muslimin dunia akan kita rasakan saat kita melihat kaum muslimin melakukan
ibadah haji. Inilah yang dirasakan oleh sejumlah orang. Kini, kita simak
penuturan Nyonya Zainab Kobold, seorang cendekiawan Barat yang baru saja
memeluk agama Islam, dan ia juga sempat melakukan ibadah haji ke Mekah.
“Haji
memberikan pengaruh yang sangat besar kepada saya. Jutaan ummat manusia datang
dari delapan penujuru dunia. Secara bersama-sama, mereka melafazhkan pujian
kepada Allah. Semua itu adalah pemandangan yang sangat menggetarkan. Tentu
saja, berada di tengah-tengah massa yang menampilkan pemandangan kolosal
seperti ini akan menjadi kenangan tersendiri yang tidak akan mungkin dilupakan.
Berat dan jauhnya perjalanan akan terlupakan. Keragaman pemikiran dan perbedaan
pendapat juga menjadi hilang musnah ditelan oleh agungnya kebersamaan ini.
Keagungan persatuan, kebersamaan, dan persaudaraan inilah yang menjadi salah
satu penyebab masuknya saya kepada agama suci ini
Bagian Ke-3
Ibadah haji
tentulah bukan hanya sekedar lembaran sejarah yang harus diisi oleh kehidupan
seorang muslim. Haji juga bukan sekedar sepetak lahan di jazirah gersang
bernama Hijaz, yang tiap tahun dihadiri oleh ummat manusia. Haji bahkan bukan
hanya sekedar rangkaian amal ibadah dengan tata cara ketat yang harus dijalani
oleh seorang muslim. Lebih dari semua itu, ibadah haji adalah rahmat Ilahi yang
diturunkan tiap tahun pada waktu-waktu tertentu. Jauh di balik berbagai tata
cara ibadah haji yang indah itu, tersembunyi rahasia, idealisme, hikmah, dan
kata-kata yang harus kita gali.
Dalam sejarah
ummat manusia, berbagai event massal telah diciptakan oleh makhluk ini dalam
rangka menggapai sejumlah tujuan yang berbeda-beda. Event olah raga seperti
Olympiade, misalnya, diselenggarakan dalam rangka menjalin persaudaraan antar
bangsa sedunia. Berbagai seminar ilmiah internasional juga diselenggarakan
untuk meningkatkan taraf pengetahuan. Akan tetapi, tidak ada satupun event
massal yang pernah diselenggarakan oleh manusia dengan tujuan beragam seperti penyelenggaraan
haji.
Pada awalnya,
ketika ibadah haji ini mulai diperkenalkan oleh Nabi Ibrahim a.s, berbagai tata
cara dan ketentuan yang ada pada ibadah tersebut mungkin belum menemukan
konteks dan dimensi lintas bangsa. Kemudian, ketika ibadah haji ini mendapatkan
legalitasnya dalam ajaran Islam yang dibawa oleh Rasul terakhir yaitu Nabi
Muhammad SAWW, Allah berfirman dalam Al-Quran bahwa perintah ibadah haji ini
diturunkan agar ummat manusia memperoleh manfaat darinya. Setelah belasan abad
berlalu sejak kewajiban beribadah haji ini disyariatkan untuk ummat Islam, para
ulama dan cendekiawan muslim mulai banyak menemukan dimensi-dimensi agung yang
tersimpan di balik berbagai tata-cara haji tersebut. Makin hari, rahasia Ilahi
ini makin terkuak.
Sebagaimana yang
selama ini telah kita ketahui dan telah berulang-ulang kita bahas, dunia Islam
saat ini memang sedang dihadapkan kepada berbagai masalah krusial yang
mengancam dan datangnya dari dunia Barat. Di abad pertengahan lalu, mayoritas
bangsa-bangsa muslim berada dalam penjajahan negara-negara Barat. Setelah itu,
muncul era imperialisme baru dalam bentuk ekspansi politik, ekonomi budaya.
Kaum muslimin dijauhkan dari agama mereka, karena Islam dikesankan sebagai
agama reaktif, kolot, keras, dan militan.
Setelah
terjadinya persitiwa teror 11 September 2001, bentuk permusuhan Barat terhadap
Islam itu memiliki nuansa lain. Kini, mereka menggunakan kekerasan dan militer
dalam menekan kaum muslimin. Ternyata, sikap Barat seperti itu malah
membangkitkan kesadaran kaum di seluruh dunia untuk meraih identitas mereka
yang selama ini terkoyak-koyak. Saat ini, sentimen anti AS di kalangan kaum
muslimin semakin hari semakin berkembang. Bagi kita, kaum muslimin, AS adalah
simbol utama wajah Barat di dunia. Akan tetapi, justru kesadaran inilah yang
semakin membangkitkan tekanan Barat terhadap dunia Islam.
Untuk menghadapi
semua konspirasi ini, semua sepakat bahwa kaum muslimin harus bersatu, dan
untuk itu, diperlukan sebuah sarana yang bisa mendekatkan kaum muslimin di seluruh
dunia satu sama lain. Di sinilah fungsi ibadah haji menjadi tampak bagi kita.
Kita simak berikut ini penuturan Ali Tourier, seorang muslim asal Perancis,
tentang hubungan antara ibadah haji dan persatuan ummat Islam.
“Saat
menjalankan ibadah haji, seorang muslim akan memperolah pemahaman bahwa tidak
ada satupun dalam hidup ini yang berpengaruh kecuali Allah Yang Esa. Hanya
Dialah satu-satunya Zat yang layak untuk disembah oleh seluruh ummat manusia.
Adanya satu Zat yang disembah itu membuat para penyembahnya, yaitu kita kaum
muslimin, memiliki banyak kesamaan yang bisa menjadi dasar kuat untuk
meningkatkan persatuan. Inilah yang saat ini harus gali dari esensi ibadah
haji. Saat ini, kaum muslimin dani seluruh dunia sedang menghadapi banyak
permasalahan yang datang dari dunia Barat, dan problema itu hanya bisa dihadapi
jika kita semua bersatu. Ibadah haji bisa menjadi inspirasi yang sangat indah
bagi persatuan kitaâ€.
Berbagai tata
cara ibadah haji lainnya juga memiliki hikmah dan kandungan konsep-konsep
kebaikan yang sangat agung. Dunia saat ini sedang dihadapkan kepada salah satu
masalah besar, yaitu ketidakadilan. Dunia Barat hidup dalam limpahan materi dan
kemewahan yang sebenarnya mereka dapatkan dengan cara mengeksploitasi
negara-negara dunia ketiga. Sementara itu di belahan dunia lainnya, jutaan
penduduk bumi terancam mati karena kelaparan. Ini adalah fakta yang tidak bisa
dipungkiri oleh siapapun.
Akar dari semua
itu adalah kesalahan konsep Barat saat memandang diri mereka dan
membandingkannya dengan bangsa-bangsa lain. Berbagai sepak terjang dan
kebijakan internasional Barat, kalau mau diteliti lebih dalam, menunjukkan
secara jelas bahwa mereka itu tidak egaliter. Mereka merasa memiliki darah yang
superior dibandingkan dengan darah bangsa-bangsa kulit berwarna. Sampai
batas-batas tertentu yang cukup signifikan, paham-paham elitisme itu juga
diserap oleh sejumlah pemimpin dunia ketiga. Jadinya, ketidakadilan itu muncul
di mana-mana, mulai di tingkat global, regional, hingga lokal.
Untuk itulah,
dunia saat ini memerlukan gerakan-gerakan tertentu yang memperjuangkan konsep
keadilan universal. Di sini, marasim haji kembali menawarkan solusinya.
Kewajiban orang-orang yang berhaji untuk menanggalkan semua pakaian kebesaran
dan menggantinya dengan lembaran kain putih saat berihram merupakan pesan yang
sangat jelas untuk bisa ditangkap tentang keinginan agama Islam ini untuk
menegakkan keadilan di muka bumi. Jika kita saat ini berkunjung ke Mekah, kita
akan segera merasakan suasana egaliter yang tidak akan bisa ditemukan di tempat
manapun di dunia ini. Semua berpakaian sama. Kita tidak akan bisa membedakan
mana di antara jamaan haji itu yang kaya, dan mana yang miskin; mana yang
pemimpin dan mana rakyat jelata.
Terkait dengan
hubungan antara ibadah haji dan konsep egalitarianisme tersebut, kami kutipkan
buat Anda kata-kata Imam Ali bin Abi Thalib a.s. tentang ibadah haji berikut
ini. “Tidak diragukan lagi bahwa siapapun yang mampu menangkap spiritualitas
keesaan Allah dalam ibadah haji, ia tidak akan membiarkan jiwanya jatuh ke
dalam kehinaan dan represi. Siapa saja yan dalam ibadah haji ini mampu
menyingkirkan perbedaan dan keistimewaan-keistimewaan duniawi, ia akan
merasakan adanya kesucian, kebaikan hati, egalitarianisme, dan kasih sayang
pada jiwanya. Setelah itu, ia akan menyebarkan berbagai hal yang indah itu di
tengah-tengah masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar